Kajoetangan, satu kata yang dahulu tidak asing bagi kera Ngalam (baca: Arek Malang), bagaimana
kini? Sekarang mungkin istilah Kajoetangan kurang atau bahkan sudah
tidak dimengerti oleh orang Malang. Hal ini bisa terjadi karena nama Kajoetangan
telah diganti dengan nama Basuki Rachmat. Perubahan ini boleh dianggap
sesuatu yang sepele atau remeh akan tetapi sebenarnya membawa
konsekwensi yang cukup signifikan terhadap pemahaman (baca; citra)
spesifik suatu kawasan. Nama Kajoetangan dahulu menggambarkan suatu
kawasan yang spesifik, daerah perdagangan yang elite dan nyaman untuk
berbelanja atau sekedar uklam-uklam (jalan-jalan). Tetapi sekarang
bahkan kata tersebut "hampir” terlupakan, karena penyebutannya-pun
telah jarang digunakan oleh orang Malang. Citra kawasan tidak terlepas dari pemahaman "image”
tentang sesuatu yang ada atau pernah ada/melekat pada kawasan tersebut.
Walaupun ada istilah apa arti sebuah nama? Tetapi nama Kajoetangan dan
nama-nama lokal Malang yang lain seperti Tjlaket, Klodjen"image”
atau pengenalan obyek-obyek fisik (bangunan dan elemen fisik lain)
maupun obyek non fisik (aktifitas sosial) yang yang terbentuk dari
waktu ke waktu. Aspek historis dan pengenalan "image” yang
diitangkap oleh masyarakat kota menjadi penting dalam pemaknaan citra
kawasan. Pergantian nama kawasan Kajoetangan yang telah "terlajur”
dikenal oleh kera Ngalam dengan gambaran "image” yang melekat, tanpa
sengaja menganti "image” dengan kawasan "Basuki Rachmat”
seperti yang ada di kota-kota lain. Secara tidak langsung warga kota
dipaksa untuk melakukan perubahan image (bahkan lingkungan fisiknya)
menuju suatu keseragaman bukan mempertahankan identitas Malang. Proses
perubahan nama jalan/kawasan menjadi nama nama pahlawan secara nasional
(bahkan pada kota-kota kecamatan di plosok desa) tanpa disadari dapat
mendorong terbentuknya "ketunggalrupaan” karakter kota-kota di
Indonesia. Kawasan Kajoetangan terletak mulai dari perempatan Alun-alun (kotak) utara sampai dengan pertigaan Oro-oro Dowo. Kawasan Kajoetangan
merupakan kawasan perdagangan kota Malang dimasa pendudukan Kolonial
Belanda. Seiring dengan tumbuhnya pemukiman orang Belanda di kota
Malang pada tahun 1920-an yang membutuhkan fasilitas perdagangan kota,
maka tumbuhlah kawasan perdagangan elite yang ada di jalan Kajoetangan
tersebut, selain itu Kajoetangan merupakan jalan yang dilewati jalur
penghubung kota Malang dengan kota Surabaya sehingga daerah yang
strategis untuk kawasan perdagangan. Pembangunan Gementee Malang
waktu itu sangat pesat serta memacu munculnya gaya-gaya arsiektur
bangunan baru di Malang. Di tahun 1930-an muncul bangunan yang ciri "Nieuwe Bouwen”
yaitu beratap datar, gevel horizontal, dan volume bangunan berbentuk
persegi empat serta berwarna putih. Bangunan sudut diolah dengan
menggunakan elemen tambahan berupa menara. Seperti halnya bangunan
kembar di simpang jalan Kajoetangan dengan jalan Semeroe pada
tahun 1935-an didirikan komplek pertokoan yaitu toko buku "CCFT Van
Dorp”, toko perhiasan "Juwiler Tan”, toko "HAZES” dan "hotel YMCA”.
Empat bangunan yang dirancang sebagai pertokoan elite ini dirancang
oleh seorang arsitek yang bernama "Karel Bos”. Dengan penyelesaian
perancangan yang tanggap akan potensi keindahan lingkungan, yaitu
membentuk bangunan sebagai gerbang vista untuk menampilkan
gunung Kawi yang menjadi orientasi jalan Semeru. Pada masa ini pula
berdiri bangunan pertokoan di daerah pertigaan jalan Kajoetangan dengan
jalan Oro-oro Dowo yakni pertokoan "Deluxe”, juga beberapa bangunan
lainnya yang pada umumnya mempunyai ciri yang sama yakni "Nieuwe Bouwen”.
Setelah berakhirnya masa pendudukan Belanda di Malang banyak bangunan
yang dipugar. Baik disebabkan oleh telah hancurnya bangunan tersebut
saat perang kemerdekaan maupun karena alasan politis penguasa yang
ingin menghilangkan kesan kekuasaan Belanda. Beberapa bangunan yang
dapat menjadi "icon” dan "image”
dan lainnya adalah satu nama yang sangat spesifik bahkan unik yang
dapat menjadi satu "ciri” spesifik dan tidak terdapat di kota lain.
Kekayaan Malang dengan Toponim tersebut sebenarnya merupakan aset yang
harus dipertahankan dan dilestarikan untuk menjaga identitas Malang.
Pencitraan spesifik (baca identitas) kawasan kota seperti halnya
Kajoetangan sebenarnya tidak dapat dibangun tetapi terbentuk dengan
sendirinya. Citra kawasan terbentuk dari pemahaman identitas kawasan ini antara lain:
Gereja GPIB Imanuel yang terletak di sebelah utara Alun-alun. Gereja
ini didirikan tahun 1880 dan pernah dibongkar, dan dibangun kembali
pada tahun 1912.
Gereja Katolik Hati Kudus Yesus yang didirikan
pada tahun 1904. Arsitek gereja ini adalah Marius J. Hulswit. Karena
kesulitan biaya dan konstruksi, maka menara pada pintu masuk dari
gereja dengan gayanya gotik baru dibangun pada tanggal 17 Desember
1930. Perancang dari kedua menara ini adalah Biro Arsitek Hulswct,
fermont & Ed. Cuyper dari Batavia.
Perempatan jalan Kajoetangan, jalan Semeroe dan Riebeck Straat
(jalan Kahuripan) dirancangan sebagai titik pusat dari sistem
lalulintas kota Malang. Oleh sebab itu, Karel Bos merancang
penyelesaian jalan dan gedung-gedungnya dibuat simetri dengan bentuk
bangunan kembar dengan gaya "Nieuwe Bauwen” dimana bentuk
bangunan menyerupai gerbang untuk menyaksikan keindahan alam yang ada
yaitu Gunung Kawi. Bangunan kembar diujung jalan Semeroe ini dapat
dijadikan local landmark .
Daerah pertigaan jalan Oro-oro Dowo, jalan Celaket dan jalan Kajoetangan dengan pertokoan berbentuk curvalinear (melengkung) dan jam kota beserta penunjuk arah.
5. Rumah Makan "Oen”, Sejak awal berdirinya hingga kini (setelah beberapa kali renovasi), sistem tanda yang menempel pada fasade
bangunan pada rumah makan ini tetap dipertahankan. Bahkan menu istimewa
rumah makan oen ini beserta interior dan furniture-nya tetap
dipertahankan.
Bila kita perhatikan kawasan Kajoetangan sekarang ini, telah terjadi begitu banyak perubahan yang terjadi. Kawasan Kajoetangan
yang dulu sebagai kawasan perdagangan elite, dengan pola penataan
kawasan yang terlihat tertata apik dan indah, telah kehilangan karakter
"identitas”-nya sebagai suatu kawasan perdagangan elite kota Malang.
Bentuk Arsitektural dari bangunan yang ada dikawasan ini dulu
bercirikan Arsitektur gaya Belanda di Indonesia, yaitu Indische Empire dan Neuwen Bouwen.
Beberapa bangunan yang terlihat harmonis antara satu dengan lainnya,
kini telah berubah menjadi bangunan perkotaan yang tampil individu
dengan bentuk yang tidak lagi selaras satu sama lainnya. Fasade
(muka) bangunan berubah fungsi menjadi ajang promosi yang dan/atau
iklan menutup sebagian besar muka bangunan. Tidak sedikit bangunan yang
telah hilang baik secara keseluruhan maupun karakteristik
arsitekturalnya. Perubahan tersebut disebabkan oleh perkembangan aspek
sosial-ekonomi kots yang sangat kuat menekan perubahan tersebut.
Perkembangan Kajoetangan sebagai daerah perdagangan "baru”
saat ini secara fisik telah mengalami perubahan karakter kawasan.
Penambahan elemen pelengkapan yang berupa jembatan penyeberangan,
pemasan reklame dan ketinggian bangunan pada kawasan Kajoetangan
yang kurang diperhatikan menjadikan kawasan ini terkesan "semrawut” dan
pada akhirnya menghilangkan citra yang khas. Saat ini pada kawasan Kajoetangan diperlukan suatu perangkat untuk mengendalikan dalam bentuk peraturan-peraturan baik berupa UDGL (Urban Design Guide Line) atau panduan rancang kota.
Dalam usaha melestarikan bangunan lama, pemerintah perlu menerapkan
sistem incentive sebagai "rangsangan” atau penghargaan bagi siapa saja
yang menjaga keaslian ataupun dapat memanfaatkannya tanpa harus merusak
atau membongkar bangunan yang mempunyai nilai-nilai tertentu.
Pemerintah hendaknya lebih tegas dalam membuat peraturan tentang
pemasangan reklame terutama pada fasade bangunan agar tampilan karakter
visual kawasan Kajoetangan tertata rapi dan indah dari segi Arsitektural. (RW)
[1] Penulis adalah Doktor bidang urban and regional planning dengan latar belakang
pendidikan s1 dan s2 bidang Arsitektur, dosen Jurusan Teknik Arsitektur
Universitas Merdeka Malang.
Catatan: Ulasan ini disalin ulang karena dilakukan "migrasi" dari web lama, upload ulang tanggal 29/10/2009 tanpa ada revisi dari aslinya.